BantenBlitz.Com – Tim Subdit IV Tipiter Ditreskrimsus Polda Banten meringkus dua orang tersangka yang terlibat dalam praktik pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Ciceri, Kota Serang.
Mereka ditangkap setelah atas dugaan tindak pidana niaga terhadap BBM jenis Pertamax yang dibeli bukan dari Pertamina, melainkan dari pihak lain.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadirkrimsus) Polda Banten AKBP Bronto Budiono menjelaskan, pengungkapan kasus tersebut bermula dari pengaduan masyarakat yang mengalami masalah dengan kendaraan mereka setelah membeli BBM di SPBU tersebut.
“Berawal dari adanya informasi, ada masyarakat yang menggunakan sepeda motor mengisi BBM di salah satu SPBU Kota Serang. Setelah diisi, kendaraan tersebut berebet,” ungkap Bronto.
Menindaklanjuti aduan tersebut, Polda Banten melakukan penyelidikan lebih lanjut. Dalam investigasi, tim menemukan bahwa di SPBU Ciceri Kota Serang, terjadi pembelian BBM Pertamax yang tidak berasal dari Pertamina sehingga merugikan masyarakat pengguna.
“Akhirnya, jajaran Polda Banten melakukan penyelidikan lebih lanjut, dan ditemukan di SPBU Ciceri Kota Serang bahwa pembelian bahan bakar Pertamax bukan dari Pertamina melainkan dari pihak lain, sehingga itu merugikan masyarakat tentunya,” jelasnya.
Bronto mengatakan bahwa kedua tersangka memiliki peran yang berbeda di SPBU tersebut, satu orang bertindak sebagai pengelola dan yang lainnya sebagai pengawas.
Hasil pemeriksaan bahwa pelaku NS dan ASW melakukan pembelian BBM olahan dari pihak lain, bukan dari Badan Usaha Niaga Migas PT. Pertamina Patra Niaga.
Mereka mengaku baru menjalankan praktik ilegal ini sejak bulan April 2025. Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa setelah dilakukan uji laboratorium, bahan bakar yang dijual di SPBU Ciceri terbukti melebihi ketentuan ambang batas yang ditetapkan.
“Hasil dari laboratorium Pertamina Plumpang menunjukkan bahwa nilai didih dari minyak yang dijual di SPBU Ciceri adalah 218 derajat Celsius, sedangkan normalnya adalah 215 derajat Celsius. Ini menyebabkan terjadi selisih 3,5 derajat Celsius yang mengakibatkan kendaraan cepat rusak karena kerak dalam mesin akibat pembakaran yang terlalu panas,” sambungnya.
Diketahui, kedua tersangka mendapatkan BBM dengan harga yang jauh di bawah harga eceran yang ditetapkan pemerintah. Namun, saat menjual, mereka mengikuti harga HET yang berlaku sehingga meraih keuntungan.
“Kemudian dia melakukan pembelian 10.200 dan dia jual 12.900 sehingga dia mendapatkan keuntungan 2.700,” ungkap Bronto, menyoroti bahwa praktik ini merupakan tindakan merugikan bagi para konsumen.
Akibat perbuatan ilegal tersebut, kedua tersangka dijerat dengan pasal 54 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp60 miliar. (Red/Dwi)