BantenBlitz.com – Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak menyampaikan kekhawatiran serius terkait tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Serang.
Terlebih, yang menjadi fokus kekerasan seksual yaitu kasus inses dan kekerasan yang dilakukan oleh orang terdekat, seperti ayah kandung terhadap anak sendiri.
Wakil Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Pusat Uut Luthfi mengatakan, sebagian besar pelaku kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Serang berasal dari keluarga inti, yang seharusnya menjadi tempat perlindungan dan pendidikan pertama bagi anak-anak.
“Dalam sejumlah pendampingan yang dilakukannya langsung, sebagian besar pelaku kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Serang merupakan anggota keluarga inti korban,” ujar Uut saat diwawancarai wartawan, Rabu, 23 Juli 2025.
Fenomena tersebut tidak muncul begitu saja, menurut Uut, melainkan dipicu oleh faktor sosial dan ekonomi yang melemahkan struktur keluarga.
“Ini banyak yang inses. Pelakunya itu ayah kandung, orang terdekat. Saya beberapa kali mendampingi langsung dan korbannya adalah anaknya sendiri.”
Menurutnya, kondisi ekonomi yang lemah sering kali membuat orang tua dan anak-anak kurang mendapatkan perhatian, sehingga mengakibatkan lingkungan keluarga menjadi tidak harmonis dan rentan terhadap penyalahgunaan.
“Fungsi keluarga tidak berjalan, anak-anak kurang perhatian. Termasuk faktor pendidikan yang minim juga berpengaruh besar,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Uut menyoroti perubahan nilai budaya yang terjadi di tengah masyarakat. Dulu, kedekatan antara ayah dan anak perempuan sering dianggap sebagai hal yang positif dan wajar. Namun, tanpa pendidikan moral yang memadai dan pengawasan yang ketat, kedekatan tersebut bisa disalahgunakan.
“Ketika orang tua, terutama ayah, tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya dan terbiasa menonton konten pornografi, maka anak perempuan menjadi sasaran terdekat. Yang dulu budaya kelekatan, sekarang jadi pintu masuk kejahatan,” tuturnya.
Data kekerasan terhadap anak di Kabupaten Serang menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Sepanjang tahun 2024, tercatat hampir 150 kasus kekerasan terhadap anak. Hingga pertengahan 2025, angka ini bertambah menjadi 68 kasus baru, menandakan bahwa masalah ini semakin kompleks dan mendesak untuk segera ditangani secara serius.
“Kalau bicara kekerasan seksual terhadap anak, itu sudah masuk ke dalam kategori pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM). Ini kejahatan luar biasa,” ungkapnya.
Ia mendesak seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan masyarakat, untuk lebih serius dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual, terutama inses yang sulit dideteksi karena terjadi di lingkungan keluarga sendiri. (Red/Dwi)