Categories Ekonomi

Krisis Listrik di Pulau Tunda Belum Teratasi, Warga Harapkan Solusi dari Pemerintah

BantenBlitz.com — Warga Pulau Tunda, Kabupaten Serang kembali mengeluhkan krisis listrik yang belum menemukan solusi permanen.

Pulau yang berada di Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang ini selama ini bergantung pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) swadaya masyarakat, yang ketersediaannya sering kali tidak stabil dan memengaruhi berbagai aspek kehidupan warga.

Sobri, salah satu warga Pulau Tunda, menyampaikan kekesalannya terhadap ketidakpastian pasokan listrik.

“Biasanya kalau listrik mau nyala atau mati, kami cuma tahu lewat status WhatsApp pengelola. Itu pun karena banyak warga belum membayar iuran harian,” ujarnya saat diwawancarai pada Senin, 1 September 2025.

Ia menjelaskan bahwa iuran yang dibebankan kepada warga bervariasi mulai dari Rp3 ribu hingga Rp10 ribu per hari, tergantung tingkat penggunaan. Dana tersebut digunakan untuk membeli solar sebagai bahan bakar mesin diesel pembangkit listrik.

“Kan nyalanya itu dari jam 17.45, kalau nggak salah mulai nyala, itu mati lagi nanti jam 12 jam lagi, taruhlah dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi, terhitungnya kayak gitu,” ujarnya.

Kata Sobri, hanya terdapat dua mesin yang digunakan, satu milik warga dan satu lagi bantuan dari Dinas ESDM Provinsi Banten. Sayangnya, mesin bantuan tersebut jarang dioperasikan karena dianggap boros bahan bakar dan biaya operasionalnya yang tinggi.

“Kita memang belum ada peruntukan khusus yang di mana Pulau Tunda itu. Kita kan sudah jelas nih, pembangkit di situnya solar. Nah, di satu sisi di situ belum ada peruntukan, spesial gitu kan memang BBM ini untuk Pulau Tunda selama ini pengurusnya beli ‎melalui pihak Ketiga,” tuturnya.

Kondisi tersebut menyebabkan listrik sering padam mendadak dan warga kerap mencari pinjaman solar dari nelayan agar lampu tetap menyala, yang secara tidak langsung turut membantu perekonomian masyarakat.

Masyarakat Pulau Tunda sangat berharap, kehadiran PLN bisa segera terealisasi. Sobri bahkan berencana memulai produksi kaos khas Pulau Tunda jika listrik 24 jam bisa terwujud, sebagai langkah meningkatkan ekonomi lokal.

“Kalau ada listrik 24 jam, roda ekonomi pasti jalan,” ujarnya penuh harap.

Sementara itu, Rais, pengelola PLTD yang ditunjuk pemerintah desa sejak Mei 2025, menjelaskan bahwa pengelolaan mesin diesel ini menghadapi berbagai tantangan.

“Jumlah kebutuhan untuk pengoperasian kedua mesin berbeda jauh. Mesin bantuan provinsi, yang kapasitasnya lebih besar, bisa menghabiskan 350 liter solar per malam,” ungkap Rais.

Ia menambahkan bahwa mayoritas warga yang menjadi pelanggan sering menunggak pembayaran hingga 10 hari bahkan sebulan, sehingga pengelola harus menanggung utang mencapai sekitar Rp9 juta-Rp10 juta.

Rais juga menyoroti bahwa sumber pendapatan masyarakat di Pulau Tunda sendiri terbatas dan sulit untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar.

“Pom bensin nelayan di Karangantu, Kota Serang, sebenarnya tidak bisa dipakai untuk PLTD,” ujarnya. Keterbatasan ini memperparah situasi, yang menyebabkan listrik sering padam dan mengganggu berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan hingga komunikasi.

Keprihatinan Rais dan warga Pulau Tunda mengantarkan mereka pada harapan besar agar pemerintah memberikan perhatian serius terhadap masalah ini.

Ia menyampaikan keinginannya agar ada alokasi solar khusus dan kemudahan dalam pembelian BBM, serta solusi jangka panjang yang mampu mengatasi krisis ini secara berkelanjutan.

Rais juga menyampaikan harapannya kepada pihak terkait agar dapat mempermudah pengadaan solar dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat.

“Kalau sampai penerangan enggak nyala, pendidikan otomatis terganggu dan sinyal komunikasi hilang. Kami berharap pemerintah serius mengupayakan solusi,” pungkasnya. (Red/Dwi)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like