BantenBlitz.com – Memasuki musim tanam padi kedua di Kabupaten Serang, Provinsi Banten, sejumlah petani menghadapi tantangan serius akibat serangan penyakit kresek yang menyerang tanaman padi berumur sekitar 20 hari.
Penyakit ini, yang secara ilmiah dikenal sebagai hawar daun bakteri, disebabkan oleh bakteri Xanthomonas Oryzae dan dapat menyerang padi pada semua fase pertumbuhan, mulai dari bibit hingga tanaman dewasa.
Pantauan di lapangan menunjukkan adanya perubahan warna secara signifikan pada daun padi yang seharusnya masih hijau segar. Puluhan hektare lahan sawah di daerah tersebut tampak menguning di bagian ujung daun, memperlihatkan gejala awal serangan.
Wilayah yang paling parah terkena adalah di desa Kadikaran, Kecamatan Ciruas, di mana kondisi tanaman kini hampir menyerupai pemandangan menjelang panen, padahal usia tanaman masih sekitar 20 hari.
Salah satu petani setempat, Rasyid (58), mengungkapkan kekhawatirannya. “Awalnya ujung daun padi akhir pekan lalu tampak subur menghijau, sekarang sudah berubah warna menjadi kuning,” ujarnya saat diwawancarai wartawan, Jumat, 20 Juni 2025.
Ia menambahkan bahwa petani telah melakukan berbagai upaya seperti penyemprotan dengan berbagai jenis pestisida dan saprodi, namun tanda-tanda tanaman kembali subur belum terlihat.
“Saya khawatir kalau serangan terus berlanjut dan tidak teratasi, hasil panen akan menurun drastis. Ini berpotensi mengancam ketersediaan beras di daerah ini, yang selama ini bergantung pada hasil panen dari sawah,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa persoalan ini menjadi tantangan besar, terutama saat memasuki musim tanam kedua yang biasanya mengandalkan hasil dari panen sebelumnya untuk modal dan keberlanjutan kehidupan petani.
Kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran terhadap keberlanjutan usaha tani dan ketahanan pangan lokal. Pemerintah daerah dan dinas terkait di Kabupaten Serang diharapkan dapat segera melakukan langkah-langkah strategis untuk memitigasi penyebaran penyakit ini agar tidak semakin meluas dan merugikan petani serta masyarakat luas.
“Lebih sulit lagi menghadapi musim tanam kedua yang biasanya bermodal dari hasil panen kali ini. Ini persoalan serius kelangsungan dan keberlanjutan pendapatan petani,” pungkasnya. (Red/Dwi)