Banten Itu Benten
Oleh : Uday Suhada
Banten itu benten (beda/istimewa). Provinsi yang memiliki warisan budaya yang kaya dan sangat beragam. Sebagai contoh, aspek bahasa saja begitu beragam. Bahasa Sunda-nya beragam. Begitu pula Bahasa Jawa-nya, super duper variatif.
Urang Sunda Banten tidak sama dengan Sunda Priangan. Begitu juga Jawa Banten, beda dengan orang Jawa Tengah atau Jawa Timur.
Di satu sisi kita hingga berbusa-busa membahas identitas urang Banten, tapi di sisi lain bahasa dan perilakunya banyak yang seperti urang Priangan.
Tapi saat bicara dengan bahasa Sunda Banten atau Jawa Serang (Jaseng), diomongkeun bahkan diseungseurikeun.
Padahal berbagai sistem nilai yang dihasilkan dari proses panjang budaya suatu bangsa, merupakan fondasi utama untuk menyongsong masa depan bangsa yang lebih beradab.
Strategi Pemajuan Kebudayaan Banten
Tengoklah petatah-petitih yang berserakan hanya jadi rangkaian kata yang tak dimaknai. Kita sudah lama meninggalkan falsafah dan pegangan hidup kita sendiri.
Seiring waktu, kita semakin jauh dari akar, tercerai berai tanpa benang merah yang menyatukan, asing satu sama lain.
“Sukleuk leuweung, suklek lampih, jauh ka sintung kalapa. Lieuk deungeun, lieuk lain, jauh ka indung ka bapa”.
Inilah cerminan kita hari ini. Tercerabut dari asal-usul. Tapi kita masih punya kesempatan untuk kembali menata ulang kehidupan.
Perubahan, bukan berarti menolak modernitas, tetapi justru mengimbanginya dengan kebijaksanaan.
“Hirup eta kudu ngigelan jaman, ngigelkeun jaman, ulah diigelkeun jaman”.
”Hirup eta kudu tutulung kanu butuh; tatalang kanu susah; mere kanu teu boga; nganteur kanu sieun; ngoboran kanu poekkeun.”
Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT, “Wamaa arsalnaka illa rohmatan lil’alamin”, dan tentu saja berlaku bagi kita sebagai ummatNya. Atau dalam satu hadits disebutkan “khoirunnas anfauhum linnas”.
Disini jelas tak nampak keserakahan. Disini pula esensi hidup kita.
“Ulah gedug kalinduan, ulah rigrig kaanginan, ulah limpas kacaahan. Lamun heunteu dipatuhkeun, eta matak puhpul kapangaruhan, matak teu awet juritan, matak tambur kamenakan, matak sangar kanagara. Leutik pangarahna, leutik pangaruhna kana ngabangun nagara”.
(Wirasuta alias Pangeran Astapati, anak seorang tokoh Baduy Dalam – Serat di Kampung Cikeusik bernama Ki Candra, yang salah satu keturunannya adalah Profesor pertama di Nusantara, yakni Prof. Hoessein Djajadiningrat).
Indeks Pembangunan Kebudayaan
Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) tingkat nasional tahun 2024, berada di angka 57,13. Sementara Provinsi Banten mendapatkan nilai IPK 52,49.
Banten berada di bawah nilai IPK Nasional, selisih 4,64. Artinya Banten berada di posisi 29 dari 34 provinsi, di atas Papua, Papua Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan sedikit diatas Gorontalo.
Untuk mengejar angka di atas rata-rata nasional, maka terdapat tujuh dimensi pengukuran IPK yang harus diperhatikan, yaitu ekonomi budaya; pendidikan; ketahanan sosial budaya; warisan budaya; ekspresi budaya; budaya literasi; dan gender. Ketujuh dimensi ini menggambarkan pembangunan kebudayaan harus dilaksanakan secara holistik dan sinergi dengan melibatkan berbagai bidang pembangunan terkait.
Harus diingat, bahwa IPK tidak mengukur nilai budaya, melainkan memotret capaian pembangunan di daerah tersebut. Maka disinilah peluang kita untuk meningkatkan nilai IPK.
Dasar Hukum
Menerjemahkan Undang-undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, tahun lalu Presiden RI telah mengeluarkan Perpres Nomor 115 tahun 2024 tentang Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) untuk 2025-2045.
Didalamnya terdapat 7 misi utama, yaitu: Penyediaan ruang bagi keragaman ekspresi budaya dan mendorong interaksi lintas budaya, Melindungi dan mengembangkan nilai serta ekspresi budaya tradisional, Memanfaatkan kekayaan budaya untuk meningkatkan posisi di dunia internasional, dalam konteks diplomasi budaya, Penggunaan obyek pemajuan kebudayaan dengan fokus pada pengembangan ekonomi kreatif dan pariwisata berbasis budaya,
Berikutnya menjaga keanekaragaman hayati dan memperkuat ekosistem budaya dalam konteks berkelanjutan lingkungan, Mendorong reformasi kelembagaan dan penganggaran dalam pemajuan kebudayaan, Peningkatan peran pemerintah sebagai fasilitator, memberikan ruang bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam pemajuan kebudayaan.
Untuk menunjang kebutuhan pemajuan kebudayaan, kuncinya adalah kata “kebudayaan” (tak sekedar budaya) harus dituangkan kedalam RPJMD Provinsi Banten.
Dengan demikian maka akan mengcover 10 obyek pemajuan kebudayaan sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 5 tahun 2017 :
Strategi
Untuk mewujudkan program tersebut, maka tidak ada cara lain kecuali kita mulai dengan berkolaborasi, ririungan, gotong-royong, babarengan, kebersamaan, “dihurup/dikeroyok”, bersinergi antara Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Dunia Usaha dan elemen masyarakat sipil Banten.
Strategi konkret meningkatkan Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK), harus dimulai dengan pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan untuk memperkuat unsur-unsur ekosistem kebudayaan dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam ekosistem kebudayaan
Rekomendasi
Karena Banten itu istimewa (benten), maka cara terbaik untuk melakukan pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan dalam rangka memperkuat unsur-unsur ekosistem kebudayaan, dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam ekosistem kebudayaan adalah dengan membentuk DINAS KEBUDAYAAN Provinsi Banten.
Namun jika saat ini belum memungkinkan, setidaknya Bidang Kebudayaan diberi ruang yang lebih luas untuk melakukan upaya pemajuan kebudayaan tersebut.
“Teundeun di handeuleum sieum, tunda dihanjuang siang, nu ditunda alaeun sampeureun jaga”, dimana kearifan yang tersimpan suatu saat akan berguna kembali. Inilah siklus kehidupan yang dahulu berada di belakang, akan kembali ke depan.
Lamun lain kiwari, rek iraha deui? Lamun lain ku urang, rek kusaha deui?
Prung…. !.
Kota Serang, 3 Mei 2025
*) Penulis Adalah Pemerhati Budaya